Akibat Banjir Bandang, Bupati Tapteng Minta Bantuan Rp5,4 Triliun ke Pemerintah Pusat
Publik Desak Perusahaan Pembalak Hutan Bertanggung Jawab, Bukan APBN yang Terus Dikuras
Tapanuli Tengah — Pasca bencana banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Bupati Tapteng menyampaikan permohonan bantuan dana sebesar Rp5,4 triliun kepada Pemerintah Pusat untuk pemulihan infrastruktur dan ekonomi masyarakat agar kondisi daerah dapat kembali seperti semula.
Namun, desakan keras datang dari berbagai elemen masyarakat, aktivis lingkungan, dan pemerhati hukum. Mereka menilai bahwa beban pemulihan tidak sepenuhnya layak ditanggung negara, sebab bencana tersebut diduga kuat merupakan akumulasi dampak pembalakan hutan massif dan sistematis yang terjadi lintas wilayah di tiga provinsi, khususnya di kawasan Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan wilayah Tapanuli lainnya.
Perusahaan Pembalak Hutan Harus Bertanggung Jawab
Masyarakat menilai, perusahaan-perusahaan kehutanan dan industri kayu yang selama ini diduga melakukan eksploitasi hutan secara ugal-ugalan harus dipaksa bertanggung jawab secara hukum dan finansial.
Salah satu perusahaan yang paling disorot adalah PT Multi Sibolga Timber, yang disebut-sebut sebagai aktor utama perusakan kawasan hutan di wilayah Tapanuli. Selain itu, terdapat sekitar 10 perusahaan terdaftar lainnya yang diduga terlibat dalam aktivitas perusakan lingkungan dan berkontribusi langsung terhadap terjadinya bencana ekologis ini.
> “Tidak adil jika rakyat kembali menjadi korban dua kali: pertama akibat banjir bandang, kedua karena uang negara harus dipakai untuk menutup kerusakan yang dibuat oleh perusahaan,” tegas salah satu tokoh masyarakat.
Langgar UU Lingkungan Hidup
Aktivitas pembalakan liar dan perusakan hutan ini diduga melanggar:
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU Kehutanan
UU Agraria
Serta ketentuan pidana terkait kejahatan korporasi lingkungan
Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa setiap pihak yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan wajib menanggung biaya pemulihan serta ganti rugi, termasuk kerugian ekonomi dan sosial masyarakat terdampak.
Tuntutan Publik
Masyarakat mendesak:
1. Tangkap dan adili perusahaan-perusahaan perusak hutan
2. Audit menyeluruh izin kehutanan dan konsesi kayu
3. Cabut izin perusahaan bermasalah
4. Wajibkan perusahaan membayar biaya pemulihan lingkungan dan ekonomi rakyat
5. Usut keterlibatan oknum pejabat yang melindungi aktivitas ilegal
Negara Jangan Kalah oleh Korporasi
Publik menegaskan bahwa bencana ekologis bukan sekadar musibah alam, melainkan akibat kejahatan lingkungan terstruktur. Oleh karena itu, penegakan hukum harus menjadi prioritas, bukan sekadar mengajukan anggaran pemulihan ke pusat tanpa menyentuh akar persoalan.
Jika perusahaan terbukti bersalah, maka merekalah yang harus mengeluarkan dana triliunan rupiah, bukan APBN dan bukan rakyat.
Tangkap, adili, dan pulihkan lingkungan!
Hutan rusak, rakyat menderita — korporasi harus bertanggung jawab.
(TIM)


0 Komentar