Polisi Terkendala Identifikasi Pemilik Kayu Hanyut Pascabanjir di Sumatra
25 Desember 2025
Upaya aparat penegak hukum untuk menelusuri pemilik tumpukan kayu yang hanyut saat banjir di sejumlah wilayah Sumatra masih menghadapi kendala. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak adanya penandaan atau dokumen identitas resmi pada kayu-kayu tersebut yang bisa menautkannya ke perusahaan pemilik.
Pengamat lingkungan hidup Rules Gajah, S.Kom menilai kondisi itu membuat proses penegakan hukum berjalan lambat.
“Ketika kayu-kayu yang hanyut tidak memiliki KTP—dalam arti penandaan legal, label, atau dokumen yang melekat—polisi memang sulit mengidentifikasi kayu itu milik PT mana,” ujar Rules Gajah, S.Kom, pengamat lingkungan hidup, 25 Desember 2025.
Menurutnya, dalam praktik pengelolaan hutan yang baik, setiap kayu legal semestinya memiliki jejak administrasi yang jelas, mulai dari titik tebangan, izin pengangkutan, hingga dokumen tata usaha hasil hutan. Tanpa sistem penandaan yang kuat, pembuktian hukum menjadi rumit karena sulit memastikan apakah kayu berasal dari aktivitas legal atau ilegal.
Rules Gajah menambahkan, situasi ini juga membuka ruang terjadinya “free rider” atau penumpang gelap dalam tata kelola hutan.
Ia mendorong tiga langkah perbaikan utama:
Penguatan sistem penandaan kayu dari hulu ke hilir, termasuk teknologi penelusuran (traceability).
Pengawasan terpadu saat musim hujan, mengingat risiko hanyutnya kayu meningkat.
Transparansi rantai pasok hasil hutan, agar masyarakat dan pemerintah daerah dapat turut melakukan pengawasan.
Di sisi lain, aparat kepolisian disebut masih terus mengumpulkan barang bukti dan memastikan apakah kayu-kayu yang ditemukan berkaitan dengan aktivitas manusia atau murni akibat peristiwa alam.
Rules Gajah menegaskan bahwa penanganan pascabanjir tidak hanya berhenti pada aspek kedaruratan, namun harus menyentuh akar persoalan tata kelola hutan.
“Banjir besar seringkali membuka tabir persoalan lama. Penegakan hukum penting, tapi pembenahan sistem adalah kuncinya,” ujarnya.

0 Komentar